JAWA POS – Rapat
koordinasi final Piala Presiden 2015 berlangsung tiga jam, sejak pukul 13.30
hingga 16.30. Meski begitu, tetap saja tidak ada putusan resmi yang dikeluarkan
Polda Metro Jaya selaku pemegang kewenangan kepolisian di Jakarta.
Selanjutnya,
keputusan akhir akan ditetapkan pihak Istana Presiden dan Mabes Polri.
Perhelatan tersebut menyangkut isu keamanan yang kian santer dihadapkan pada
seteru lama antara The Jakmania—julukan suporter Persija—dan Bobotoh, sebutan
pendukung Persib.
Meski dua kubu
tidak akan bertemu di dalam lapangan, benang kusut yang belum terurai di antara
mereka menjadi masalah serius dan ancaman keamanan partai puncak. Karena itu,
segala keputusan hingga kini masih menunggu arahan dari Istana Presiden dan
Mabes Polri.
Pertemuan kemarin
sore dipimpin langsung oleh Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Tito Karnavian
di gedung Biro Operasi, Polda Metro Jaya, Jakarta. Mahaka diwakili CEO mereka
Hasani Abdul Gani. Hadir pula perwakilan suporter tim yang lolos ke babak final
dan perebutan peringkat ketiga. Yakni, Bobotoh (Persib), S-Mania (Sriwijaya
FC), Aremania, dan Mitmania (Mitra Kukar).
Selain itu, The
Jakmania yang dipimpin Richard Ahmad datang dengan sejumlah pentolan
koordinator wilayah mereka. “Belum ada putusan, akan kami bawa dalam koordinasi
dengan Mabes Polri malam ini (tadi malam, Red),” kata Tito kepada awak media.
Dalam pertemuan
yang berlangsung, Tito menjelaskan, pihaknya menerima paparan kondisi terakhir
di lapangan dari perwakilan kelompok suporter. Heru Joko, ketua Viking Persib
Club, salah satu kelompok Bobotoh, menuturkan bahwa pihaknya sudah berkoordinasi
dengan elemen suporter Persib untuk datang ke Jakarta. Hanya, mereka masih mengkhawatirkan
masalah keamanan. “Kalau memang diputuskan di Jakarta, teman-teman tentu ingin
datang langsung ke sini,” katanya.
Dia menyatakan,
perseteruan The Jakmania dan Bobotoh sejatinya memang berlangsung lama. Tetapi,
petinggi dua kelompok suporter tersebut berharap terjadi kedamaian di antara
mereka. Di tempat yang sama, Richard berharap polisi dan pemangku tanggung
jawab memutuskan segalanya dengan bijak. “Harapan kami masih sama, untuk
meminimalkan yang tidak diharapkan bersama, lebih wise jika final digelar di
luar Jakarta,” ungkapnya. Namun, The Jakmania pada dasarnya sudah menjelaskan
kepada pihak kepolisian terkait dengan kondisi mereka di akar rumput. Penolakan
yang massive dari elemen bawah The Jakmania terhadap final di Jakarta
diharapkan menjadi perhatian tersendiri. Namun, jika tetap dijalankan di
Jakarta, Richard menyatakan pihak keamanan harus menyiapkan strategi yang
tepat. Sementara itu, Hasani menegaskan bahwa pihaknya sudah pasrah dengan
kepastian venue. Tetapi, seiring berkembangnya waktu, muncul surat kepastian
dari Mahaka kepada empat klub di final dan perebutan juara tiga terkait dengan
venue perhelatan laga tersebut di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta.
Di tempat
terpisah, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti juga menyarankan agar final Piala
Kemerdekaan bisa digelar di Jakarta. Dengan menggelar final di ibukota, maka
pengamanan akan lebih mudah dilakukan.”Nanti, suporter yang datang tinggal koordinasi
di titik mana masuknya. Kami langsung kawal biar tidak terjadi apapun,” tuturnya.
Dengan begitu
dapat dipastikan bahwa izin menggelar final sudah pasti turun. Dengan kondisi
apapun, Polri siap untuk mengamankan. Soal adanya ancaman pihak tertentu? Dia
justru menegaskan bahwa tidak boleh ada gangguan pada upaya pemerintah menggairahkan
sepak bola Indonesia. ”Saya harap jangan ada yang menghalangi,” tegasnya.(nap/idr/c15/ko)
No comments:
Post a Comment