Iklan Radar Banjarmasin

Iklan Radar Banjarmasin

Monday, October 5, 2015

Jamie Vardy, Cinderella Man di Premier League Musim Ini

JAWA POS - Jamie Vardy tiba-tiba melejit musim ini bersama Leicester City. Dia top scorer sementara Premier League dan telah dipanggil timnas Inggris. Prestasi hebat mengingat dia beberapa musim lalu masih bermain di kasta kedelapan.
Jamie Vardy
Sesi konferensi pers saat menjalani debut bersama timnas Inggris ketika uji coba dengan Irlandia di Dublin, 4 Juni lalu, begitu dikenang Jamie Vardy. Semua media tertarik dengan perasaan dan masa lalu striker berusia 28 tahun itu. Pemanggilan Vardy ke timnas menjadikannya sebagai pemain pertama Leicester yang menembus Three Lions sejak sekian lama. Kali terakhir, kiper Ian Walker melakukannya pada 2001.
Vardy pun menjawab dirinya begitu berterima kasih kepada masa lalunya. Ada apa memangnya? Sebab, tanpa kisah kecilnya yang dirasa begitu suram, Vardy tentu tidak akan membuat sejarah. Semua itu terjadi delapan tahun silam, atau pada 2007, ketika dirinya masih menjadi pemain akademi Stocksbridge Park Steel. Sebuah klub yang menghuni Northern Premier League Division One South atau kasta kedelapan di liga Ingg ris.
Vardy muda, yang saat itu masih berusia 20 tahun, harus berurusan dengan polisi karena dianggap melakukan penyerangan terhadap sekelompok anak di sebuah kelab malam. Vardy saat itu bersikeras bahwa dirinya membela temannya yang mengalami bullying. Dia mengaku temannya itu tuli sehingga menjadi bahan olok-olok anak-anak lain. Pemain 178 cm itu pun memutuskan untuk membelanya. “Aku tidak bangga dengan itu. Namun, aku langsung membelanya, seperti yang aku lakukan kepada teman-temanku. Namun, hal itu malah membuatku bermasalah dengan polisi,” ungkapnya sebagaimana dilansir Daily Mail.
Imbas dari pembelaan ter sebut, Vardy pun dijatuhi vonis menjadi tahanan rumah selama beberapa waktu. Vonis itu disebut sangat berat untuk anak seusianya. “Sangat sulit tidak bisa melakukan hal normal seperti anak usia 20 tahun pada umumnya. Pergi keluar dan membeli sesuatu,” kisahnya. “Teman-temanku bisa menikmati masa mereka. Namun, aku harus terkunci di rumah. Untungnya, aku memiliki setumpuk DVD,” imbuhnya.
Untung, pengadilan masih mem bolehkannya bermain bola. Namun, Vardy harus pulang sebelum pukul 18.30 seperti yang diperintah pengadilan jika dirinya tidak ingin mendapat hukuman tambahan. Ibarat kisah Cinderella yang harus pulang sebelum pukul 12 malam.
Karena itu, pelatihnya saat itu, Garry Marrow, mendapat solusi jitu dengan tetap memainkan Vardy setidaknya selama 60 menit sehingga dirinya bisa diganti dan pulang ke rumah tepat waktu. Pengalamannya yang sangat suram tersebut, menurut Vardy, membuatnya matang sehingga bisa menjadi seperti sekarang. Selain mendapat kesempatan memb ela timnas Inggris, striker yang mempersembahkan 32 gol dari 105 penampilan di liga bersama Leicester itu menjadi top scorer sementara dengan torehan tujuh gol dari delapan laga. “Aku mendapat berbagai kesempatan ini dan aku ingin membuktikan bahwa aku layak,” ujarnya. “Yang aku inginkan hanyalah bisa berkembang sebesar yang bisa aku lakukan dan melihat ke mana aku bisa melangkah,” tambah Vardy kembali.
Di sisi lain, cerita Vardy menggugah beberapa klub dari kasta rendah untuk bisa “bermimpi”. Sebab, Vardy delapan tahun lalu hanyalah striker biasa dari antah-berantah. Kini, sinarnya mulai merekah dengan status sebagai top scorer sementara Premier League. “Kami selalu tahu dia spesial. Dia selalu mempunyai gairah, begitu lapar akan gol, dan pekerja keras. Aku harap ceritanya bisa menjadi pesan bagi pemain yang ditolak klub nonliga,” ujar David Bosomworth, chairman Halifax Town, yang membeli Vardy dari Stock sbridge seharga GBP 15 ribu (sekitar Rp 335 juta) yang menjadi harga transfer pertamanya sebagaimana dilansir Daily Mail.(apu/c19/ham)


No comments:

Post a Comment