Iklan Radar Banjarmasin

Iklan Radar Banjarmasin

Sunday, November 1, 2015

Dead Man Walking


JAWA POS – Halloween identik dengan hantu, setan, dan penyihir jahat. Tradisi yang dimulai dari Irlandia itu menyebar hingga Amerika Serikat dan dirayakan setiap 31 Oktober.
Jose Mourinho
Di Stamford Bridge kemarin malam, Chelsea yang merasakan betapa mengerikannya hantu kekalahan. Sejatinya, pada awal musim ini, hantu kekalahan terus bergentayangan di kubu juara bertahan Premier League. Kekalahan oleh Liverpool 1-3 menjadi kekalahan keenam Chelsea di Premier League musim ini. Kekalahan terbanyak Mourinho dalam semusim selama berkarir.
Puncaknya, saat semua sibuk merayakan Halloween, Mourinho merasakan hantu lain yang mendekatinya; hantu pemecatan. Saat ini dia ibarat dead man walking alias orang mati yang sedang berjalan. Istilah untuk menunjukkan masa depannya di Chelsea yang nyaris dipastikan busuk. Mungkin hanya kompensasi pemecatan yang begitu besar hingga 30 juta pounds (Rp 626,9 miliar) yang menjadi penghambat para petinggi Chelsea memecat Mourinho.
Pelatih yang menyebut dirinya The Special One itu kehilangan respek di ruang ganti dan juga di hadapan fans. Tidak biasa para fans The Blues—julukan Chelsea—keluar dari stadion sebelum pertandingan bubar. Namun, tadi malam itu terjadi. Bahkan, sebelum gol ketiga Liverpool
tercipta dari kaki Christian Benteke pada menit ke-83, penonton berduyung-duyung menuju pintu keluar. Tidak heran, ketika injury time, beberapa kali kamera televisi menyorot bangku penonton yang mulai lowong.
Para pendukung Chelsea terpaku, menopang dagu, dan seolah tidak percaya tim kesayangannya dipermalukan di rumah sendiri. Mulanya para fans begitu gembira ketika menit keempat Chelsea unggul melalui gol tandukan Ramires. Tetapi, dua gol Philippe Coutinho pada menit ke-45 dan 74 menjadi mimpi buruk bagi fans Chelsea dan tentu juga Mourinho. Sekarang tinggal menunggu kado Halloween seperti apa yang didapat Mourinho? Pemecatan ataukah tetap dipertahankan.
Kalaupun bertahan, dia hanya tinggal menunggu waktu untuk dipecat. Beberapa nama, antara lain Carlo Ancelotti dan Guus Hiddink, mulai dibicarakan sebagai alternatif pengganti. Mourinho yang biasanya angkuh dan hebat saat diwawancarai media begitu sulit berkata-kata menanggapi kekalahan itu. “Saya tidak bisa berkata apa-apa,” kata Mourinho kepada BT Sport setelah laga. Kata-kata itu bahkan tercatat diulang sebelas kali sepanjang wawancara. Hanya, kemudian pelatih yang pernah menukangi Real Madrid dan Inter Milan itu mencoba sedikit tenang dengan ancaman pemecatannya. “Fans tidak bodoh. Tetapi, saya merasa tidak pelu mengkhawatirkan apapun (terkait dengan pemecatan, Red),” lanjutnya.
Dalam pertandingan kemarin malam, sejatinya Chelsea mengawali dengan baik dan tegang. Menerapkan garis pertahanan rendah, mereka bisa menahan Liverpool pada babak pertama. Saat Liverpool menyerang, setidaknya lima hingga enam pemain Chelsea berada di area pertahanan. Begitu rapat. Sering, ketika serangan dilakukan Chelsea, Diego Costa sendirian bekerja di depan. Terkadang dia ditopang William yang sangat aktif tadi malam. Eden Hazard yang musim lalu menjadi pemain terbaik seolah hilang di tengah lapangan.
Pada babak kedua, Manajer Liverpool Juergen Klopp dengan cerdik menarik pressing agak ke belakang. Tidak lagi di area pertahanan Chelsea. Tujuannya, Chelsea lebih terbuka dan menarik pemain ke area pertahanan Liverpool. Rupanya, itu berjalan dengan baik. Dampaknya, pertahanan
Chelsea lebih terbuka. Apalagi, Chelsea tertinggal pada pertengahan babak kedua. “Hingga pada satu momen, pemain kami merasa mustahil untuk bermain lebih baik,” keluh Mourinho.
Kekalahan itu semakin menegaskan kesulitan Mou mencundangi Klopp. Sepanjang karirnya, dia sudah dua kali kalah melawan klub yang diarsiteki pelatih berjuluk The Normal One itu. Itu dialami di Liga Champions 2012–2013 saat menjadi arsitek Real Madrid dan Klopp membesut Borussia Dortmund. “Saya bisa melawan siapa pun, menghadapi pelatih mana pun menang atau kalah. Tetapi, kadang ada pertandingan yang sangat tidak mungkin untuk bisa dimenangkan,” tuturnya.
Nah, apakah laga tersebut menjadi momen terakhir dia menukangi Chelsea. “Tidak. Saya tidak mau,” ucap Mou.
Perubahan formasi di babak kedua menjadi perbedaan display Liverpool. Dari 4-3-2-1, lalu menjadi 4-2-3-1 pada babak kedua. Masuknya Benteke membuat Liverpool tidak lagi bermain false 9. Roberto Firmino bermain sedikit mundur di belakang Benteke. Masuknya Jordon Ibe memperkuat serangan dari sisi kanan The Reds.
Naiknya garis pertahanan Chelsea disertai dengan meningkatnya tekanan Liverpool yang seolah menjadikan mereka serasa bermain di rumah sendiri. Secara keseluruhan, di babak kedua setidaknya tercatat sepuluh kali tembakan dilancarkan penggawa Liverpool. Dari performa Liverpool kemarin malam, taktik gegenpressing sudah mulai menemukan jalannya. Para pemain Liverpool seperti Coutinho tidak ragu beradu otot dengan penggawa Chelsea. Begitu rapat tekanan pemain Liverpool saat kehilangan bola. Statistik Whoscored menunjukkan, sentuhan bola penggawa Chelsea tidak lebih dari 65 kali.
Yang terbanyak adalah Oscar dengan 64 sentuhan. Bandingkan dengan sentuhan Mamadou Sakho yang mencapai 90 kali. Hingga akhir laga, Liverpool tetap unggul penguasaan bola 57 persen. Dilansir dari Liverpool Echo, Klopp menyebut anak asuhnya masih bisa meledak lagi. “Tetapi, karena ini baru pertama (permainan gegenpressing-nya optimal, Red), ya oke saja,” ucapnya.
Karena merasa kemenangan timnya berdampak dengan masa depan Mou, pelatih berusia 48 tahun itu menyampaikan maaf kepada Mou. Dalam pernyataannya, Klopp menilai Mou tetap pelatih yang hebat sekalipun timnya sedang anjlok. “Saya pernah berada di dalam posisinya. Itu persis dengan saat saya di Dortmund tahun lalu. Apapun yang terjadi, dia tetap pelatih hebat, tidak bisa diragukan lagi,” ujar Klopp.(ren/c4/ham)

No comments:

Post a Comment