JAWA POS –
Halloween identik dengan hantu, setan, dan penyihir jahat. Tradisi yang dimulai
dari Irlandia itu menyebar hingga Amerika Serikat dan dirayakan setiap 31
Oktober.
![]() |
Jose Mourinho |
Di Stamford
Bridge kemarin malam, Chelsea yang merasakan betapa mengerikannya hantu
kekalahan. Sejatinya, pada awal musim ini, hantu kekalahan terus bergentayangan
di kubu juara bertahan Premier League. Kekalahan oleh Liverpool 1-3 menjadi
kekalahan keenam Chelsea di Premier League musim ini. Kekalahan terbanyak Mourinho
dalam semusim selama berkarir.
Puncaknya, saat
semua sibuk merayakan Halloween, Mourinho merasakan hantu lain yang
mendekatinya; hantu pemecatan. Saat ini dia ibarat dead man walking alias orang
mati yang sedang berjalan. Istilah untuk menunjukkan masa depannya di Chelsea
yang nyaris dipastikan busuk. Mungkin hanya kompensasi pemecatan yang begitu
besar hingga 30 juta pounds (Rp 626,9 miliar) yang menjadi penghambat para
petinggi Chelsea memecat Mourinho.
Pelatih yang
menyebut dirinya The Special One itu kehilangan respek di ruang ganti dan juga
di hadapan fans. Tidak biasa para fans The Blues—julukan Chelsea—keluar dari
stadion sebelum pertandingan bubar. Namun, tadi malam itu terjadi. Bahkan,
sebelum gol ketiga Liverpool
tercipta dari
kaki Christian Benteke pada menit ke-83, penonton berduyung-duyung menuju pintu
keluar. Tidak heran, ketika injury time, beberapa kali kamera televisi menyorot
bangku penonton yang mulai lowong.
Para pendukung
Chelsea terpaku, menopang dagu, dan seolah tidak percaya tim kesayangannya
dipermalukan di rumah sendiri. Mulanya para fans begitu gembira ketika menit
keempat Chelsea unggul melalui gol tandukan Ramires. Tetapi, dua gol Philippe
Coutinho pada menit ke-45 dan 74 menjadi mimpi buruk bagi fans Chelsea dan
tentu juga Mourinho. Sekarang tinggal menunggu kado Halloween seperti apa yang
didapat Mourinho? Pemecatan ataukah tetap dipertahankan.
Kalaupun
bertahan, dia hanya tinggal menunggu waktu untuk dipecat. Beberapa nama, antara
lain Carlo Ancelotti dan Guus Hiddink, mulai dibicarakan sebagai alternatif
pengganti. Mourinho yang biasanya angkuh dan hebat saat diwawancarai media
begitu sulit berkata-kata menanggapi kekalahan itu. “Saya tidak bisa berkata
apa-apa,” kata Mourinho kepada BT Sport setelah laga. Kata-kata itu bahkan
tercatat diulang sebelas kali sepanjang wawancara. Hanya, kemudian pelatih yang
pernah menukangi Real Madrid dan Inter Milan itu mencoba sedikit tenang dengan
ancaman pemecatannya. “Fans tidak bodoh. Tetapi, saya merasa tidak pelu
mengkhawatirkan apapun (terkait dengan pemecatan, Red),” lanjutnya.
Dalam
pertandingan kemarin malam, sejatinya Chelsea mengawali dengan baik dan tegang.
Menerapkan garis pertahanan rendah, mereka bisa menahan Liverpool pada babak
pertama. Saat Liverpool menyerang, setidaknya lima hingga enam pemain Chelsea
berada di area pertahanan. Begitu rapat. Sering, ketika serangan dilakukan
Chelsea, Diego Costa sendirian bekerja di depan. Terkadang dia ditopang William
yang sangat aktif tadi malam. Eden Hazard yang musim lalu menjadi pemain
terbaik seolah hilang di tengah lapangan.
Pada babak kedua,
Manajer Liverpool Juergen Klopp dengan cerdik menarik pressing agak ke
belakang. Tidak lagi di area pertahanan Chelsea. Tujuannya, Chelsea lebih
terbuka dan menarik pemain ke area pertahanan Liverpool. Rupanya, itu berjalan
dengan baik. Dampaknya, pertahanan
Chelsea lebih
terbuka. Apalagi, Chelsea tertinggal pada pertengahan babak kedua. “Hingga pada
satu momen, pemain kami merasa mustahil untuk bermain lebih baik,” keluh
Mourinho.
Kekalahan itu
semakin menegaskan kesulitan Mou mencundangi Klopp. Sepanjang karirnya, dia
sudah dua kali kalah melawan klub yang diarsiteki pelatih berjuluk The Normal
One itu. Itu dialami di Liga Champions 2012–2013 saat menjadi arsitek Real
Madrid dan Klopp membesut Borussia Dortmund. “Saya bisa melawan siapa pun,
menghadapi pelatih mana pun menang atau kalah. Tetapi, kadang ada pertandingan
yang sangat tidak mungkin untuk bisa dimenangkan,” tuturnya.
Nah, apakah laga
tersebut menjadi momen terakhir dia menukangi Chelsea. “Tidak. Saya tidak mau,”
ucap Mou.
Perubahan formasi
di babak kedua menjadi perbedaan display Liverpool. Dari 4-3-2-1, lalu menjadi
4-2-3-1 pada babak kedua. Masuknya Benteke membuat Liverpool tidak lagi bermain
false 9. Roberto Firmino bermain sedikit mundur di belakang Benteke. Masuknya
Jordon Ibe memperkuat serangan dari sisi kanan The Reds.
Naiknya garis
pertahanan Chelsea disertai dengan meningkatnya tekanan Liverpool yang seolah
menjadikan mereka serasa bermain di rumah sendiri. Secara keseluruhan, di babak
kedua setidaknya tercatat sepuluh kali tembakan dilancarkan penggawa Liverpool.
Dari performa Liverpool kemarin malam, taktik gegenpressing sudah mulai
menemukan jalannya. Para pemain Liverpool seperti Coutinho tidak ragu beradu otot
dengan penggawa Chelsea. Begitu rapat tekanan pemain Liverpool saat kehilangan
bola. Statistik Whoscored menunjukkan, sentuhan bola penggawa Chelsea tidak
lebih dari 65 kali.
Yang terbanyak
adalah Oscar dengan 64 sentuhan. Bandingkan dengan sentuhan Mamadou Sakho yang
mencapai 90 kali. Hingga akhir laga, Liverpool tetap unggul penguasaan bola 57
persen. Dilansir dari Liverpool Echo, Klopp menyebut anak asuhnya masih bisa
meledak lagi. “Tetapi, karena ini baru pertama (permainan gegenpressing-nya optimal,
Red), ya oke saja,” ucapnya.
Karena merasa
kemenangan timnya berdampak dengan masa depan Mou, pelatih berusia 48 tahun itu
menyampaikan maaf kepada Mou. Dalam pernyataannya, Klopp menilai Mou tetap
pelatih yang hebat sekalipun timnya sedang anjlok. “Saya pernah berada di dalam
posisinya. Itu persis dengan saat saya di Dortmund tahun lalu. Apapun yang
terjadi, dia tetap pelatih hebat, tidak bisa diragukan lagi,” ujar
Klopp.(ren/c4/ham)
No comments:
Post a Comment